“Mengingat” Melihat Kembali Kebijakan Pemerintah Kotapraja dalam Menghadapi Wabah Anjing Gila
Sekitar dekade tahun 1950-an Kota Yogyakarta yang saat itu masih bernama Kotapraja Yogyakarta menghadapi beberapa wabah penyakit hewan yang menyebar di Wilayah Kotapraja Yogyakarta. Sejumlah penyakit hewan seperti Aphthae Epizootica (Gommen dan Tracak) yang menyerang sapi, Septichaemia haemorrhagica (ngorok) yang menyerang babi dan rabies (anjing gila) yang menyerang anjing, kucing dan kera. Penyebaran penyakit tersebut secara cepat menyebar ke seluruh wilayah Kotapraja Yogyakarta dan bila terus dibiarkan akan membahayakan kesehatan serta keselamatan Warga Kotapraja Yogyakarta. Anjing dan kucing adalah hewan yang lazim dipelihara oleh manusia, maka dengan hal tersebut jumlah populasi anjing dan kucing menjadi cukup besar serta terdapat anjing dan kucing yang hidup secara liar sehingga menjadikan hewan tersebut rawan menjadi perantara penyakit anjing gila. Anjing gila atau yang lebih dikenal dengan rabies adalah penyakit hewan menular yang dapat menyerang manusia disebabkan oleh virus genus Lyssa virus.
Dalam menghadapi penyakit anjing gila Pemerintah Kotapraja Yogyakarta pada saat itu menerbitkan sejumlah peraturan yang langsung ditandatangani oleh Walikota Praja Yogyakarta, Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo sebagai berikut :
1. Penetapan Dewan Pemerintah Daerah Kotapraja Yogyakarta Nomor 11/Tahun 1953 tanggal 18 Februari 1953 tentang menetapakan berlakunya peraturan yang mengenai penyakit anjing gila tersebut dalam Staatsblad tahun 1926 No. 452 bagi seluruh daerah Kotapraja Yogyakarta.
2. Penetapan Dewan Pemerintah Daerah Kotapraja Yogyakarta Nomor 13/Tahun 1954 tanggal 12 Juni 1954 tentang menetapakan berlakunya peraturan yang mengenai penyakit anjing gila tersebut dalam Staatsblad tahun 1926 No. 452 bagi seluruh daerah Kotapraja Yogyakarta.
3. Penetapan Dewan Pemerintah Daerah Kotapraja Yogyakarta Nomor 20/Tahun 1955 tanggal 9 November 1955 tentang menetapakan berlakunya peraturan yang mengenai penyakit anjing gila tersebut dalam Staatsblad tahun 1926 No. 452 bagi seluruh daerah Kotapraja Yogyakarta.
Adapun isi dalam penetapan tersebut adalah :
1. Mengharuskan anjing yang ada di luar rumah yaitu di pekarangan, jalan umum dan tempat lainnya agar dibrangus dan diikat oleh yang membawa dengan tali atau rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter. Brangus dibuat dari kulit atau kawat yang kuat agar anjing tidak dapat mengigit.
2. Anjing yang berkeliaran di tempat umum meskipun dibrangus akan tetap ditangkap oleh pihak yang berwajib untuk ditahan dalam tempo paling lama 3x24 jam dan harus diambil oleh pemiliknya, jika dalam tempo yang telah ditentukan tidak diambil, maka anjing itu akan dibunuh. Pengambilan anjing dapat berhubungan dengan Kantor Besar Kepolisian Negara Jogjakarta.
3. Melarang pengiriman (pengeluaran) anjing, kucing dan kera dari daerah Kotapraja Yogyakarta.
Dalam rangka mendukung penanganan penyakit anjing gila pada saat itu, Pemerintah Kotapraja Yogyakarta menerbitkan Keputusan Otorisasi Dewan Pemerintah Daerah Kotapraja Yogyakarta Nomor 5/D.Pem.K/Sec/57 tanggal 14 Februari 1957 yang memutuskan menyediakan uang sejumlah Rp. 5.500. (Lima Ribu Lima Ratus Rupiah) untuk dipergunakan oleh Kepala Kantor Kehewanan Kotapraja Yogyakarta, guna biaya membuat gerobak penangkap anjing yang baru. Mengingat belum meredanya kasus anjing gila peraturan-peraturan tersebut terus diperpanjang hingga tahun 1958 tepatnya pada tanggal 11 April 1958 melalui diterbitkannya Penetapan Dewan Pemerintah Daerah Kotapraja Yogyakarta Nomor 1/Tahun 1958 tanggal 10 Januari 1958.
Dalam menjalankan kebijakan diatas Pemerintah Kotapraja Yogyakarta melibatkan beberapa instansi di luar Pemerintah Kotapraja Yogyakarta seperti Kepolisian Negara Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepolisan Seksi I dan II di Kotapraja Yogyakarta, Kepala Corps Polisi Militer Detasemen 1 di Yogyakarta, Kejaksaan Negeri Yogyakarta, Pengadilan Negeri Yogyakarta, Kepala Politenik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Pimpinan Rumah Sakit PKO, Bethesda dan Panti Rapih, Kepala Penerbangan Sipil Garuda Indonesia Airways, Kepala Djawatan Kereta Api di Jogjakarta dll. Pemerintah Kotapraja juga melibatkan instansi dari internal pemerintah Kotapraja Yogyakarta seperti Kantor Kehewanan Yogyakarta, Kantor Pemerintahan Umum Jogjakarta, Djawatan Penerangan Kotapraja Yogyakarta dan Seluruh Kemantren di Wilayah Kotapraja Yogyakarta. Selain itu Pemerintah Kotapraja Yogyakarta juga turut melibatkan Bupati di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Residen Surakarta, Residen Banyumas serta beberapa Instansi Pusat. Menurut drh. Lala Ratri (Praktisi Dokter Hewan) “pada masa sekarang pencegahan penyakit anjing gila perlu didukung dengan vaksinasi terhadap hewan terkait dan manusia, utamanya profesi yang rawan terkena penyakit anjing gila/rabies”. -ZAR-
Sumber :
1. https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/06/06/gigitan-anjing-gila-yang-mengancam-jiwa
2. Penetapan Dewan Pemerintah Kotapraja Yogyakarta Nomor 11/Tahun 1953 tanggal 18 Februari 1953
3. Penetapan Dewan Pemerintah Daerah Kotapraja Yogyakarta Nomor 20/Tahun 1953 tanggal 19 Juni 1953
4. Penetapan Dewan Pemerintah Daerah Kotapraja Yogyakarta Nomor 13/Tahun 1954 tanggal 12 Juni 1954
5. Penetapan Dewan Pemerintah Daerah Kotapraja Yogyakarta Nomor 1/Tahun 1958 tanggal 10 Januari 1958
6. Keputusan Otorisasi Dewan Pemerintah Daerah Kotapraja Yogyakarta Nomor 5/D.Pem.K/Sec/57 tanggal 14 Februari 1957