Arsip merupakan informasi yang terekam dalam setiap pelaksanaan kegiatan di Perangkat Daerah/Unit Kerja. Arsip tercipta seiring dengan berjalannya pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan di suatu Perangkat Daerah/Unit Kerja, maka semakin banyak  arsip yang tercipta. Semakin besar struktur, tugas dan fungsi Perangkat Daerah/Unit Kerja maka semakin tinggi tingkat pertumbuhan arsip yang tercipta. Tingkat pertumbuhan arsip yang tinggi harus diimbangi dengan penerapan sistem pengelolaan arsip yang sistematis dan sesuai dengan kaidah kearsipan, dimana pengelolaanya dilakukan mulai dari penciptaan arsip, penggunaan dan pemeliharaan sampai dengan penyusutan arsip.

Volume pertumbuhan arsip yang tinggi akan membutuhkan ruang penyimpanan arsip yang luas, sarana/peralatan yang dibutuhkan baik sarana pengendalian maupun sarana penyimpanan dan sumber daya manusia pengelola arsip yang lebih banyak, serta biaya pengeloaan arsip yang besar.

 Dalam rangka mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam manajemen kearsipan maka setiap pencipta arsip wajib melaksanakan program penyusutan yang merupakan tahapan terakhir dalam daur hidup arsip setelah penciptaan, penggunaan, dan pemeliharaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan. Dalam rangka melaksanakan program dimaksud maka Pemerintah Daerah wajib menyusun JRA (Jadwal Retensi Arsip) sebagai pedoman penyusutan. Dengan memiliki JRA maka Pencipta Arsip dapat melaksanakan program penyusutan secara sistematis, rutin, mudah, dan lancar. 

Dalam Undang-Undang Kearsipan Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, Jadwal Retensi Arsip yang selanjutnya disingkat JRA adalah suatu daftar sekurang-kurangnya berisi jangka waktu penyimpanan atau retensi, jenis arsip dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang penetapan suatu jenis arsip yang dimusnahkan, dinilai kembali, atau dipermanekan  yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan arsip.  Berdasarkan difinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa jadwal retensi arsip merupakan pedoman penyusutan yang berupa daftar dan berisi sekurang-kurangnya jenis arsip, retensi, dan nasib akhir. Istilah sekurang-kurangnya mengandung maksud bahwa selain jenis, retensi, dan nasib akhir arsip, masih dimungkinkan untuk ditambah hal lain seperti kode klasifikasi. Sebagai salah satu komponen dalam manajemen kearsipan, maka jadwal retensi arsip wajib disusun dan dimiliki oleh setiap pencipta arsip. 

Dalam JRA telah ditentukan arsip apa, disimpan berapa lama, dan setelah masa simpan habis maka dimusnahkan atau diserahkan sebagai arsip statis. Sehingga kegunaan JRA adalah sebagai alat untuk mengatur arsip berapa lama suatu arsip harus disimpan, dan kapan harus dimusnahkan atau diserahkan. Jadwal Retensi Arsip memiliki kekuatan hukum yang tetap karena disusun dalam bentuk produk hukum yaitu peraturan gubernur/bupati/walikota dan disetujui oleh lembaga kearsipan tertinggi di Indonesia yaitu Kepala ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia). 

Apabila belum disusun JRA, maka pencipta arsip tidak dapat melaksanakan penyusutan secara sistematis dan rutin. Pencipta arsip tidak dapat mengetahui kapan arsip harus dipindahkan dari unit pengolah ke unit kearsipan, kapan arsip diserahkan ke lembaga kearsipan yang berwenang, dan kapan suatu arsip dapat dimusnahkan, karena retensi atau jangka simpan dan nasib akhir arsip-arsip yang dimiliki belum ditentukan. Akibatnya semua arsip yang diciptakan akan disimpan di gudang dan tidak dikelola dengan baik.  Arsip yang seharusnya musnah, tidak berani untuk dimusnahkan, atau sebaliknya dimusnahkan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki (secara tidak prosedural) karena diyakini bahwa arsip tersebut sudah tidak ada gunanya sama sekali.  Arsip yang seharusnya disimpan permanen dan diserahkan ke lembaga kearsipan daerah pada akhirnya juga tidak terdata dan tidak  terselamatkan.

Dengan melihat akibat yang akan timbul apabila lembaga tidak memiliki JRA maka semakin jelaslah bahwa keberadaan JRA adalah suatu keharusan guna mewujudkan pengelolaan arsip yang efisien dan efektif serta terjaminnya keselamatan arsip yang bernilaiguna skunder/statis sebagai bukti pertanggungjawaban nasional dan memori kolektif bangsa. [Sri Supartiyati]